Kondisi Pertanian Saat Ini
Untuk pertumbuhan yang optimal, tanaman memerlukan hara atau zat makanan
yang memadai di dalam tanah. Secara alami hara tersebut terpenuhi dari serasah
dedaunan dan bermacam organisme lain yang mengalami proses penguraian yang
akhirnya menjadi makanan bagi tanaman. Namun, untuk memacu pertumbuhannya,
tanaman perlu diberi zat makanan yang kemudian dikenal sebagai pupuk.
Pada awalnya pupuk yang digunakan untuk memacu pertumbuhan tanaman yang
dibudidayakan cukup dengan pupuk kandang dan kompos. Namun, karena pupuk
kandang dan kompos dinilai kurang memuaskan akhirnya digunakan pupuk buatan
(pupuk kimia) yang mengandung hara lengkap, baik makro maupun mikro. Pupuk
kimia tersebut memiliki kemampuan ajaib untuk memacu pertumbuhan tanaman.
Dibalik kemampuaannya tersebut, ternyata, penggunaan pupuk kimia yang
berkelanjutan, belakangan diketahui mempunyai efek yang merusak tanah. Struktur
tanah yang secara alami remah (gembur), setelah mendapat perlakuan dengan pupuk
kimia secara simultan dan terus-menerus akhirnya menjadi bantat (sangat keras).
Disisi lain yang menjadi masalah besar yang dihadapi para petani adalah
serangan hama yang dapat menghancurkan tanaman. Dalam pertanian tradisional,
masalah hama yang dihadapi petani tersebut tidaklah terlalu dipusingkan karena
petani tidak merasa dirugikan.
Seiring dengan berjalannya waktu, lambat-laun masalah hama ini menjadi
perhatian utama. Munculnya masalah ini diakibatkan oleh adanya intensifikasi
pertanian yang memusatkan perhatian pada satu jenis tanaman di areal yang
sangat luas. Sistem pertanian seperti ini ternyata menimbulkan keadaan
eksplosif dengan bertambahnya populasi jenis serangga tertentu.
Pertanian dengan satu jenis tanaman sangat tidak menguntungkan ditinjau
dari prinsip keseimbangan alami. Padahal, alam memperkenalkan banyak varietas
dalam bentang tanah yang ditanami. Namun, manusia mengubah tatanan tersebut
hanya untuk kemudahan dan keuntungan semata. Dengan adanya perubahan tatanan
ini menyebabkan keseimbangan alam yang mengendalikan spesies-spesies di
dalamnya menjadi rusak. Serangga yang hidup dari padi, misalnya, dapat
membangun populasinya di lahan khusus padi saja dibanding di lahan padi yang
bercampur tanaman lain yang tidak cocok baginya. Populasi serangga yang semakin
meningkat tersebut menyebabkan serangannya pada tanaman meningkat pula sehingga
hal tersebut menjadi hama bagi padi.
Untuk menghadapi masalah tersebut petani mengembangkan suatu bahan untuk
mengendalikannya, yaitu pestisida. Mula-mula pestisida yang digunakan petani
berasal dari bahan alami, yaitu dari daun tembakau. Daun ini direndam dalam air
dan kemudian disemprotkan ke tanaman yang terserang. Saat itu tampaknya
pestisida tersebut cukup efektif. Namun, akhirnya manusia tidak puas dengan
pestisida sederhan tersebut. Mereka secara terus-menerus berusaha untuk
menemukan pestisida yang lebih ampuh. Usaha mereka berhasil dengan
ditemukannya, pertama kali, senyawa kimia Dichloro Diphenil
Trichlorothane (DDT) pada tahun 1875 di Jerman.
Tak terhitung sudah jumlah pestisida yang sudah digunakan, dari berbagai
jenis dan merek, dari mula ditemukan sampai saat ini, oleh petani untuk
menanggulangi serangan hama tanaman yang menjadi musuhnya. Keberadaan pestisida
kimia ini dianggapnya sebagai dewa penolong disaat petani kewalahan menghadapi
serangga merugikan tersebut.
Sungguh di luar dugaan bahwa manusia sudah melakukan kecerobohan luar biasa
berkenaan dengan penggunaan pestisida kimia ini. Usaha membasmi spesies
serangga hama tanaman yang tidak dikehendaki, akhirnya justru mengakibatkan
seluruh lingkungan tercemar sehingga membawa ancaman penyakit dan kematian bagi
manusia itu sendiri.
Aktivitas berjenis-jenis makhluk hidup di dalam tanah, mulai dari jasad
renik sampai cacing tanah, secara alami menjadikan tanah subur sebagai tempat
tumbuhnya tanaman. Makhluk hidup tersebut berjasa menguraikan serasah dedaunan
menjadi tanah yang kaya bahan organik dan membuat struktur tanah menjadi remah.
Selain itu, mereka pun sangat berperan dalam proses nitrifikasi, yaitu membuat
nitrogen di udara tersedia bagi tanaman. Namun, setelah tanah tercemar
pestisida kimia, aktivitas makhluk hidup di dalam tanah menjadi tergangu karena
resedu pestisida ini lama bertahan dalam tanah. Bukan hanya hitungan bulan,
tetapi dalam hitungan tahun. Pestisida berbahan aktif Benzene
Hexachloride (BHC), misalnya, terdeteksi selama 11 tahun menjadi penghuni
tanah. Itulah yang memperparah kondisi tanah yang semula remah dan kaya unsur
organik menjadi sangat keras dan miskin akan unsur hara.